Saturday, June 8, 2013

Wisata Sejarah Kepulauan Seribu - Pulau Kelor, Pulau Onrust, Pulau Cipir

Suatu pagi di kalender yang menunjuk tanggal 6 Juni 2013 setelah hari-hari sibuk di akhir semester saya terbangun dari lelapnya tidur. Benar-benar tidak terasa kalau tengah malam tadi habis bermain futsal, tidak terlihat juga kalau 2 hari yang lalu baru keluar dari rumah sakit. Walau hari ini adalah hari Kamis namun saya tidak pergi ke kantor, hari ini adalah libur nasional. Mungkin itu lah yang membuat tubuh ini begitu bersemangat, ditambah agenda hari ini adalah jelajah sejarah di Kepulauan Seribu Jakarta yang diadakan oleh Kili Kili Adventure. Trip yang cukup murah karena hanya dengan budget Rp 99.000 sudah bisa mengunjungi 3 pulau bersejarah dalam 1 hari (include biaya kapal dan tiket masuk wisata sejarah).

Pukul 6.30 saya bersama teman kos saya (Eldest) berangkat dari kos kami di Kwitang daerah Senen menuju ke Muara Kamal sebagai meeting point. Kami kemudian naik Trans Jakarta. Trans Jakarta merupakan jenis sarana transportasi umum yang sangat familiar di Jakarta dan dapat menjangkau berbagai daerah di Jakarta, selain murah tentu saja. Setalah naik di halte Pal Putih kami langsung menuju halte Harmoni melalui rute terusan PGC - Harmoni (rute normal: Kampung Melayu - Ancol). Setelah bertemu dengan teman kami yang lain (Dito-Gigih) kami melanjutkan perjalanan Trans Jakarta tujuan Kali Deres. Setelah berhenti di halte Rawa Buaya kami berganti naik angkot carry. Angkot carry merupakan mobil pribadi yang menawarkan jasa transportasi Rawa Buaya - Muara Kamal. Jenis angkot tersebut ada mungkin karena banyaknya permintaan terhadap jurusan Rawa Buaya - Muara Kamal namun belum ada angkot yang ada. Dengan hanya memakan ongkos angkot 5000 Rupiah kami sudah bisa sampai ke Muara Kamal.

Pukul 7.30 akhirnya kami tiba di Muara Kamal. Sembari mencari Den Bima selaku koordinator dari Kili Kili Adventure kami berputar-putar di pasar Muara Kamal. Hal konyol dilakukan oleh teman saya si Gigih, dia hampir saja menjerumuskan kami untuk ikut ke rombongan lain yang bukan diadakan Kili Kili Adventure karena sifat sok tahunya. Hahahaha. Mungkin karena tujuan destinasi yang sama antara Kili Kili Adventure dengan rombongan tersebut sehingga kami tidak menaruh curiga sedikit pun.

Menurut jadwal pukul 8.00 seharusnya kami sudah take off dari Muara Kamal. Namun kali ini sedikit molor ke jam 8.30 karena harus menunggu peserta yang datang terlambat. Saya juga terkejut ternyata yang ikut jelajah sejarah sebanyak 100 orang padahal waktu di pendaftaran kemarin dikatakan kalau batas peserta adalah 20 orang. Mungkin karena banyaknya peminat maka kuota peserta terus ditambah.

Setelah briefing yang diberikan oleh Bima, kemudian kami dibagi ke dalam 4 kelompok yang masing-masing berjumlah 25 orang sesuai dengan kapasitas perahu. Perahu yang digunakan adalah perahu motor milik nelayan setempat yang menyewakan jasa antar ke Kepulauan Seribu. Perjalanan ke pulau pertama, Pulau Kelor, pun dimulai dengan menembus Laut Jawa. Untung cuaca pada saat itu berawan jadi tidak terlalu panas oleh sengatan sinar matahari.

Starting point di Muara Kamal berangkat menggunakan perahu nelayan

Pulau Bidadari yang kami lewati dalam perjalanan ke Pulau Kelor

Setelah perjalanan kurang lebih setengah jam kami tiba di Pulau Kelor. Pulau Kelor merupakan pulau kecil yang terdapat bekas reruntuhan benteng. Benteng yang bernama Benteng Martello ini merupakan benteng buatan VOC (Belanda) yang digunakan untuk mengamati dan menahan serangan musuh. Benteng tersebut bisa dinaiki sampai ke atas. Namun hati-hati bagi para pengunjung yang mau naik sampai ke atas benteng karena cukup sulit dan pijakan-pijakannya sudah tidak utuh lagi. Apalagi yang mempunyai phobia terhadap ketinggian pasti tidak akan berani naik sampai ke atas. Tetapi jika dapat sampai ke atas benteng maka akan mendapatkan ganjaran yang setimpal, yaitu pemandangan yang sangat bagus.

Benteng Martello memiliki struktur bangunan yang melingkar. Jadi di benteng tersebut para kolonial Belanda dapat melihat seluruh sudut, khususnya yang akan menuju ke Jakarta (dulu Batavia atau Jayakarta). Di Benteng tersebut terdapat lubang-lubang yang saya kira adalah tempat meriam. Bata-bata pembentuk benteng juga sangat kuat. Saya pukul dengan batu kuat-kuat pun batanya tidak cuil sedikit pun, bergeming pun tidak. Benar-benar kualitas bata kelas satu.

Penampakan Pulau Kelor dari kejauhan

Benteng yang ada di Pulau Kelor, Benteng Martello

Suasana di dalam Benteng Martello

Di Pulau Kelor tidak ada listrik atau pun lampu. Juga tidak ada bangunan lain selain benteng. Bisa dibayangkan kalau di malam hari pasti suasananya begitu menyeramkan. Perpaduan antara gelap gulita dan reruntuhan benteng.. Hiii....

Di Pulau Kelor juga katanya dulu merupakan tempat pemakaman. Tapi waktu itu saya tidak melihat nisan atau semacam kuburan. Jadi jika menggali tanah di Pulau Kelor, jika beruntung maka akan menemukan kerangka manusia *bulu kuduk langsung berdiri*. Oleh karena hal tersebut maka ada yang menyebut Pulau Kelor adalah pulau kuburan.

Suasana di Pulau Kelor

Pulau Kelor dengan wave breaker yang begitu banyak

Setelah 1 jam kami mengeksplorasi dan foto-foto di Pulau Kelor, sekitar pukul 10.30 kami melanjutkan perjalanan ke pulau selanjutnya yaitu Pulau Onrust. Pulau Onrust memang terlihat dari Pulau Kelor, namun kami tetap harus naik kapal *masak ya mau berenang*.

Setelah menempuh perjalanan laut sekitar 15 menit kami sampai juga di Pulau Onrust. Pulau Onrust tidak seperti Pulau Kelor yang sepi dan tidak berpenghuni, Pulau Onrust cukup luas dan juga terdapat banyak bangunan baru baik sebagai museum atau pun sebagai tempat tinggal. Sisa reruntuhan bangunan masa lalu pun juga masih ada. Ada nasihat juga dari Bima kalau ke Pulau Onrust sebaiknya kamera DSLR disimpan dulu, takutnya pengelola wisata mengenakan biaya dengan nominal yang cukup besar (katanya sih sampai ratusan ribu).

Setelah turun dari dari perahu kami pun mencoba mengeksplorasi Pulau Onrust. Pulau yang telah dijadikan wisata sejarah Taman Arkeologi ini memang menyimpan banyak sejarah. Reruntuhan-reruntuhan yang ada menjadi saksi bisu dari perjalanan kolonial Belanda di Indonesia. Karena pertimbangan politik dari pemerintah Hindia Belanda maka para penduduk pribumi yang akan pergi haji maupun pulang harus dikarantina terlebih dahulu di Pulau Onrust. Alasannya adalah untuk mengidentifikasi jika ada penduduk yang nantinya melakukan perlawanan ke pemerintah setelah 'belajar' di luar mudah diketahui. Gelar 'Haji' yang ditambahkan bagi orang yang sudah naik haji juga berawal dari sini. Sebagai informasi, pada saat tersebut Islam sedang berkembang pesat di Indonesia. Informasi tambahan juga, kalau ada penduduk pribumi yang mau naik haji maka mereka harus naik kapal karena pada saat tersebut masih belum ada pesawat. Kalau pun ada pesawat masih dalam tahap pengembangan dan belum dikomersialkan (si Wright brothers baru melakukan riset kali ya).

Taman arkeologi di Pulau Onrust

Bersama Eldest-Dito-Gigih di batu petunjuk informasi Pulau Onrust

Mulai mengeksplorasi Pulau Onrust

Nuansa Pulau Onrust yang sejuk

Bekas reruntuhan bangunan untuk karantina haji

Benar-benar nikmat - udara sejuk, angin sepoi-sepoi, suara deburan ombak

Kami makan siang menggunakan nasi box yang sudah disediakan oleh panitia. Teman saya si Eldest dan Gigih ternyata kurang puas dengan masakan box tersebut, mereka akhirnya pesan makan lagi di warung yang ada di Pulau Onrust. Air di Pulau Onrust semuanya asin *jelas saja soalnya mata airnya dari laut*. Setelah salat Dzhuhur, sekitar jam 13.30 kami melanjutkan perjalan ke pulau terakhir yaitu Pulau Cipir. Pulau Cipir sebenarnya juga merupakan gugusan pulau untuk melakukan karantina haji.

Dengan waktu yang singkat kami tiba juga di Pulau Cipir. Pulau Cipir letaknya sangat dekat dengan Pulau Onrust *walau tetap susah juga kalau mau berenang*. Seperti halnya di Pulau Kelor dan Pulau Onrust, angin yang berhembus begitu kencang. Di Pulau Cipir juga terdapat banyak sekali reruntuhan bekas karantina haji. Selain itu di Pulau Cipir terdapat bekas rumah sakit dan pernah sebagai tempat eksekusi hukuman mati. Benar-benar tempat yang menyeramkan.

Taman Arkeologi Onrust - Pulau Cipir

Batu petunjuk informasi mengenai Pulau Cipir / Khayangan

Reruntuhan di Pulau Cipir

Reruntuhan di Pulau Cipir

Pulau Onrust dilihat dari Pulau Cipir

Setelah melakukan eksplorasi Pulau Cipir, pukul 15.00 kami dikumpulkan oleh Bima untuk acara keakraban (istilah mereka modus time). Setelah berfoto-foto kami pun meninggalkan Pulau Cipir pukul 15.30. Perjalanan selama 1 jam ditempuh untuk sampai lagi ke Muara Kamal. Setelah salat Ashar di masjid dekat pasar Muara Kamal saya bersama Eldest-Gigih-Dito pun pulang naik angkot carry lagi sampai ke halte Rawa Buaya. Dari halte Rawa Buaya kami naik Trans Jakarta kembali ke kos masing-masing. Sekitar petang menjelang Maghrib saya dan Eldest sampai di kos. Saya pun harus segera packing-packing untuk mengejar kereta yang akan membawa saya pulang ke kampung halaman ~Klaten~ malam ini juga...

(Credit photo: Kili Kili Adventure - Berangkat Gak Kenal Pulang Jadi Saudara)
Seluruh rombongan jelajah sejarah

No comments:

Post a Comment